Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto Gelar Rapat Koordinasi Dampak Kerusakan Galian C
![]() |
Anggota DPRD Komisi III Dan Kapolsek Jatirejo Saat Memberi Pemaparan |
Mojokerto, Sadhapnews - Menurut undang-undang, galian itu tidak boleh dikeruk dengan kedalaman lebih dari 8 Meter. Jaraknya dengan sungai, hutan dan pemukiman warga minimal 50 meter. CSR atau kompensasi pengusaha tambang itu harusnya untuk revatilisasi kerusakan akibat galian C.
Dan berapa biaya CSR itu harusnya hitung-hitungannya sudah jelas dan janjiannya dengan kepala desa sebelum izin rekom dikeluarkan.
Demikian yang dikatakan M.Syaiku Subhan, SH Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto saat menggelar rapat koordinasi bersama Forkopimda terkait dampak kerusakan lingkungan akibat galian golongan C, di Balai Desa Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, Senen (10/2/2020).
Menurut Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Mojokerto ini, yang masuk dalam undang-undang itu, mencakup semua aspek dikeluhkan oleh warga Lebak Jabung, yakni terkait saluran air yang terputus, air menjadi keruh dan berkurang kurang dan aktivitas galian C yang berada didekat makam Lebak Jabung.
Sementara itu Edi Ikhwanto, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto dari Fraksi PKB mengatakan, jika sebenarnya sebelum 3 Warga Lebak Jabung ke Jakarta kami sudah koordinasi dengan Camat.
"Kami tidak langsung menggelar rapat di Desa Lebak Jabung karna takutnya terjadi gesekan. Karna saat itu kondisinya lagi panas-panasanya. Dan saat ini kami disini untuk memperjuangkan sama seperti 3 warga Lebak Jabung yang berjalan kaki ke Jakarta.
"Hari Rabu kita menggelar rapat dengan Bupati, Kapolres, Dandim, Pihak Tambang dan Perwakilan Desa Lebak Jabung untuk merumuskan solusinya seperti apa dan kemudian kita laporkan hasilnya pada Gubernur," kata Edi.
Rapat koordinasi tersebut, sebagai tindak lanjut aksi tiga warga Lebak Jabung Kecamatan Jatirejo, Ahmad Yani, Sugiantoro, dan Heru Prasetiyo yang ingin bertemu Presiden Joko Widodo untuk menuntut penutupan tambang pasir dan batu (sirtu).
Kepala Dinas PUPR, Bambang Purwanto dalam sambutannya mengatakan, jika jalan rusak akibat galian C dan tidak diperbaiki pemerintah itu ada alasannya.
"Yakni jika kami perbaiki maka tidak ada setahun sudah pasti rusak jalannya dan kami yang akan bermasalah dengan hukum nanti," ungkap Bambang.
Masih kata Bambang, seharusnya penambang yang menguruk jalan llrusak di sekitar galian C.
"Biar kepentingan masyarakat dan penambang galian C terselesaikan. Dan perlu diketahui uang pemkab untuk bangun infrastruktur adalah 400 milyar. Padahal jika kami penuhi permintaan teman-teman untuk membangun jalan butuh 400-500 milyar,” tambahnya.
Sebenarkan, lebih lanjut dikatakan Bambang, kami juga sudah mempertimbangkan lokasi galian tersebut produktif atau tidak.
"Kalau tidak produktif ya kita tidak keluarkan UKL dan UPL," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto, Didik Chusnul Yaqin menyampaikan peran DLH dalam galian C.
Kita yang mengeluarkan dokumen UKL dan UPL. Tapi rekomendasi UKL dan UPL itu disesuaikan oleh tata ruang yang dikeluarkan Dinas PUPR. Jadi DLH itu tugasnya memastikan bahwa lingkungan itu bisa dikelola dengan baik.
"Jadi kita pemerintahan itu tidak mungkin tujuannya membuat kerusakan hutan, banjir dan longsor. Jadi yang bagian jaga-jaga terkait lingkungan hidup itulah tugas dari dinas DLH," ujar Didik.
Terpisah Kapolsek Jatirejo Hendro Soesanto menyampaikan, apa yang bapak ibu sampaikan sudah mendapatkan wadah dari Kabupaten, Provinsi dan DPRD Kabupaten Mojokerto. Tapi semua butuh proses.
"Tolong pak kades saat sosialiasi yang jelas biar tidak ada warga yang menambahi omongan. Semuanya bisa dikomunikasikan jangan smpai ada gesekan di lapangan, hanya itu harapan dari kami khususnya warga Jatirejo secara keseluruhan agar bisa aman dan kondusif," harap Kapolsek. (Triz/adv).