Uji Kompetensi Jawaban Hindari Pelanggaran Kode Etik dan Plagiarism di Dunia Jurnalis Jepara Terkait HPN


Jepara Sadhap News.com - Terkait peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tanggal 9 Pebruari. Penulis mencermati perkembangan dan fenomena dunia pers di Jepara.

Penetapan HPN sendiri, diusulkan oleh Dewan Pers pada tahun 1981 berdasarkan hari kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yaitu, tanggal 9 Pebruari 1946. Setelah tujuh tahun diusulkan, Presiden Soeharto menyetujui penetapan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional. Penetapan HPN diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 tahun 1985. di kutip dari Kompas.com dengan judul "Mengingat Awal Mula hingga Kontroversi Hari Pers Nasional...", https://nasional.kompas.com/read/2022/02/09/16380991/mengingat-awal-mula-hingga-kontroversi-hari-pers-nasional?page=all.

Keluar dari sisi kontroversi penetapan hari pers tersebut, penulis mencermati dan mengamati perkembangan pers atau jurnalistik atau dunia kewartawanan. Terkait dengan maraknya media on-line di Indonesia.

Lebih khusus di Jepara, hal ini menjadi fenomena perkembangan dunia Jurnalistik di tanah air. Akan tetapi perkembangan tersebut, tidak diimbangi dengan kapasitas para jurnalis atau wartawannya.

Menurut pantauan penulis lebih dari seratus orang yang mempunyai kartu pers di Jepara. Sehingga mereka bisa dikatakan sebagai wartawan atau jurnalis. Mereka semua memiliki latar belakang pekerjaan (field of working) , pengalaman (field of experience) ataupun pendidikan (field of educations) yang berbeda-beda.

Dari semua itu, maka memunculkan banyak kontroversi yang terjadi di dunia kewartawanan di Jepara. Antara lain gaya penulisan, sudut pandang (angle) penulisan bahkan penulisan dengan tanpa tata bahasa (no grammar) atau asal jadi tulisan, yang lebih parah banyak tulisan yang hanya menjiplak (plagiarism) dan tidak jelas kutipan dari media lain. Hal seperti ini jelas melanggar etika menurut penulis.

Selain hal tersebut ada etika yang harusnya dipatuhi oleh wartawan atau jurnalis yaitu kode etik resmi Dewan Pers Indonesia, yaitu:

Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.

Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Akan tetapi karena unetik ataupun pelanggaran etika tidak ada konsekuensi terhadap hukum, kecuali tuntutan penjiplakan hasil karya yang dipatenkan. Maka pelanggaran masih banyak terjadi. Hal ini hanya menurunkan konduite dan integritas wartawan ataupun media yang menaunginya. 

Di samping etika juga ada kaidah-kaidah jurnalistik yang harus dipenuhi dalam penulisan artikel berita yaitu, akurasi (acuracy), ketepatan penulisan fakta atau kondisi nyata yang terjadi tanpa ada opini maupun asumsi wartawan yang masuk di dalam tulisan. Keseimbangan (balance) yaitu, pemberian porsi yang berimbang kepada narasumber jika itu merupakan berita konflik, sehingga berita tidak terkesan tendensius atau ada kepentingan ( conflict of interest ). Kejelasan (clarity), penulisan harus jelas dan mudah dimengerti atau dipahami oleh pembaca atau menggunakan tata bahasa yang baik dan benar. 

Dengan adanya fenomena di atas penulis sebagai jurnalis dan Ketua ALMI J (Aliansi Lintas Media Jepara) merencanakan untuk mengadakan giat Uji Kompetensi bagi anggota ataupun non anggota. Hal ini untuk meningkatkan kapasitas kemampuan wartawan atau jurnalis Jepara dalam hal penulisan berita, sehingga diharapkan tidak terjadi pelanggaran etika dan penulisan berita yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah jurnalistik.(Nar)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url